Minggu, 27 Juli 2008
Hey, Glam Rock Reborn !!!
Walk Through The Fire !!!!!
we are 5 corpses from hell raised up from the death.we are WALTRUF, normally known as WALK THROUGH THE FIRE,mix an aggressivity and temperamental sounds with New Wave Of British Glam Rock fused arabic deathcore,Egypt folks,trashygloomy wawawa which is catchy and melodious..
the corpses are :
Dito : Scream, Growl, Gurgle
Doze : Six String's Sing
Kuma : Weird Noises Hysteria
Gesta : Free Basser
Arenda : Membran's, Pedal's, Titanium
1st song : Nightmares and Dreamscapes
we've got started in mid october 7002 @ South Java-Far East
We're not so strong to kick yer ass,but we're so sure that we could breakin yer ears!
we're glam,hyper,fast,loud,and sexy
contacs:
- ayyu : +62 856 295 4886
- mail : firewalker_in_hell@rock.com
*WALTRUF's official photos licensed by ReHunt,used with permittion.
*WALTRUF's official artcores by HerwanaYogi and R
Friendster : firewalker_in_hell@rock.com
Myspace : Myspace.com@walkthroughthefire555
We Are Not Robot
Kita bukan ROBOT !!! Kita adalah manusia, makhluk Tuhan yang sangat kompleks dan sangat sempurna karena kita memiliki nafsu, akal pikiran serta nurani !!! Sesuatu yang tidak dimiliki secara bersamaan oleh makhluk lain. Sesuatu yang tidak dimiliki secara bersamaan oleh makhluk lain. Sesuatu yang bisa membuat manusia menjadi kreator-kreator ulung serta bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah. Saat manusia bisa menjadi makhluk social yang peduli terhadap lingkungannya. Saat manusia benar-benar menjadi “manusia”, bukan menjadi binatang, yang tanpa peduli budi pekerti dan aturan, bukan menjadi malaikat yang tanpa khliaf, bukan menjadi boneka yang hanya diam dan bisa dipermainkan serta bukan robot yang selalu setiap saat harus diperintah, disetting dan diatur.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, nampaknya ada kecenderungan bahwa manusia akan dirobotkan oleh manusia lain. Mulai dari tata kehidupannya, yang masing-masing semakin egois dan tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Kehidupan ekonomi yang membuat manusia menjadi “kemaruk” dan selalu material oriented. Dan semua aspek tersebut tidak lepas dari satu hal yang sangat lekat dengan diri kita, yaitu pola pendidikan kita, banyak muncul pemikiran-pemikiran bahwa pola pendidikan lah yang memegang peranan paling besar dalam kejadian ini, dapatkah anda bayangkan bagaimana sesosok institusi bernama pendidikan telah merubah manusia menjadi kalkulator-kalkulator tehnik dan mesin-mesin penghafal yang harus menyimpan serta menghitung ribuan rumus, lalu bagaimana pula pendidikan telah merubah manusia menjadi makhluk egois yang mengharamkan kerjasama hanya untuk sesosok coretan bernama A+, yang pada akhirnya justru berujung pada timbulnya kecurangan-kecurangan yang diharamkan secara moral. Apakah pendidikan yang egois seperti ini yang akan membangun sebuah masyarakat yang bermoral manusia ???
Memang sangat sulit untuk merubah senua ini secara instant, secara kita juga telah menjadi bagian darinya selama12 tahun, dari SD sampai SMA kita telah ditanami sebuah chip program kegiatan harian dimana kita harus berangkat ke tempat ibadah yang bernama SEKOLAH pada pukul 7 lalu mendengarkan semua teori robotisasi yang dibumbui dengan kerasnya nuansa kompetisi yang saling mencoba menunjukkan keunggulan dan kehebatan diri yang egois. Lalu berganti hari dan kembali rutinitas yang sama, selama 12 tahun itu jugalah kita selalu dijejali dengan berbagai macam les privat, malamnya balajar lalu berganti hari dan melakukan kembali rutinitas yang sama, selama 12 tahun itu jugala nurani kita diberi ruang untuk berkreasi menyuarakan pandangan kita tentang kebenaran karena selama itu kita selalu ketakutan dengan hukuman, pengurangan nilai, ancaman dikeluarkan serta keterasingan. Namun bukan hal yang muluk nampaknya jika kita mulai mencoba untuk memanusiakan diri kita sendiri dengan tidak membiarkan terjadinya hal yang bertentangan dengan nurani kita, termasuk saat terjadi sebuah scenario pembodohan nurani yang diaktori oleh materi dan belum telat pula saat kiya mencoba untuk menyadari bahwa kita sebagai manusia berakal budi punya kewajiban untuk menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran.
Menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran adalah suatu hal yang runtut, sebab bagaimana mungkin kita akan memperjuangkan kebenaran saat hak kita untuk menyuarakan dibungkam. Hak kita untuk berpikir dengan paradigma berbeda dijegal. Berdiam dirikah kita saat melihat pendidikan menjadi sangat materialistis dan mahal ????
Tidak akankah kita berteriak saat membayangkan butiran kerinat ayah dan ibu kita tiba-tiba dirampok dengan sadisnya oleh pendidikan ??? Tidak perihkah kita melihat teman kita yang kurang beruntung harus jauh dari dunia pendidikan hanya karena suatu hal yang bernama miskin, karena kebetulan orangtuanya sudah tidak bisa lagi menghasilkan butiran keringat seperti orangtua kita ??? Jika kita masih berdiam diri melihat itu, kita patut curiga, jangan-jangan kita sudah menjadi robot yang tidak peduli dengan lingkungannya, sebuah robot yang disetting untuk memakmurkan dirinya sendiri dengan segala cara, walalupun itu menyengsarakan bagi makhluk lain sepertinya…..
ARE YOU ROBOT ???
Minggu, 20 Juli 2008
Nasib Surat Kabar Tradisional Ditengah Berkembangnya Surat Kabar Elektronik
Teknologi pun semakin hari semakin berkembang. Era digitalisasi dan elektronika mulai menjadi pilihan lain untuk memperoleh informasi. Teknologi yang paling mutakhir dan merupakan lompatan yang cukup jauh adalah munculnya internet. Internet sebagai media konvergensi, dimana bisa ditemui banyak media didalamnya, menempatkan internet menjadi primadona di dunia teknologi komunikasi dan informasi.
Bahkan sudah ada format surat kabar online. Contohnya yang dibuat oleh surat kabar KOMPAS. KOMPAS meluncurkan format surat kabar cetak versi online nya di internet, epaper.kompas.com . Berbeda dengan kompas.com , epaper.com memiliki bentuk dan isi yang sama persis dengan bentuk cetak. Terobosan semacam ini tentu perlu diperhatikan pula oleh SKT yang lain agar mengikuti perkembangan zaman dan mempertahankan eksistensinya di masyarakat. Munculnya Surat Kabar Elektronik ( SKE ) erat kaitannya dengan Jurnalisme Online.
Dengan teknologi yang semakin canggih, pengiriman dan pengolahan informasi dapat dilakukan setiap saat setiap waktu secara online. Hal semacam inilah yang melahirkan apa yang disebut dengan jurnalisme online.
Masyarakat dapat memilih media jenis apa yang sesuai dengan kebutuhan mereka melihat semakin beragamnya bentuk dan jenis media serta lahirnya media – media baru yang cukup bonafit.
Electronic Newspaper
The Gyricon version consists of a single sheet of transparent plastic, containing millions of tiny bichromal (two color) beads in oil-filled pockets. Text and images are displayed through rotation of the beads that occurs in response to electrical impulses: a full rotation displays as black or white, and a partial rotation displays as gray shades. Nick Sheridon, a senior research fellow at PARC, has been working towards a viable electronic newspaper for over twenty years. Sheridon sees Xerox's device as consisting of a sheet of Gyricon wound around a spring mechanism in a lightweight cylinder. The user would pull the page out of a slit in the cylinder; in the process, the page would pass over a printer-like device which had downloaded data from the Internet through a wireless connection. To access another page, the reader would return the sheet to the cylinder, select the page, and draw the sheet from the scroll. The device could be carried like an umbrella, and would fit in a large purse or a briefcase. Sheridon projects that a Gyricon-based electronic newspaper could be available within three years. Currently, Gyricon uses 50-micron beads for a resolution of 200 dpi (dots per inch); the use of 30-micron beads will increase resolution to 300 dpi, slightly better than that of traditional newspapers.
Lucent's E Ink device uses electronic ink and combines thin, plastic, flexible transistors with polymer LEDs (light-emitting diodes) to create what are called smart pixels. The process involved - which is not dissimilar to traditional printing processes - uses silicon rubber stamps to actually print tiny computer circuits onto the surface. E Ink uses electronic ink for display: millions of tiny capsules filled with light and dark dyes that change color - charged dye particles move either up or down within the capsules - when exposed to an electric charge. According to Paul Drzaic, the director of display technologies, prototypes of the device have been running on watch batteries. Although the technology has been used for retail signs, Lucent says that an E Ink-based electronic newspaper is still at least 10 years away, because electronic ink has not been sufficiently developed to make complex displays practical.
IBM is also working on an electronic ink-based device. IBM's electronic newspaper is in a book-like format, and is constructed of 16 pages of flexible, fiberglass-reinforced paper, each about 8.5" by 11." The lightweight pages are bound by a rigid metallic bar, and covered with a clear, protective cover sheet. Charged dye particles move either up or down within the capsules - causing light or dark areas to appear in the display - when exposed to an electric charge . The whole device could be rolled or folded similarly to a traditional newspaper. Like the E Ink-based electronic newspaper, IBM's version is several years away.
The challenge involved in creating a viable electronic newspaper is to develop a device that has the desirable characteristics of traditional paper in addition to its own inherent benefits (such as being automatically refreshable). Like traditional paper, the electronic newspaper must be lightweight, flexible, high-resolution, glare-free, and affordable, if it is to gain consumer approval. Sheridon proposes that the Gyricon version could cost about the same as a year's subscription to a regular newspaper.